Taqwa / takwa dalam bahasa Arab berarti memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah:
1. Melaksanakan segala perintah Allah
2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram)
3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah
Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara. "memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah" Adapun dari asal bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan kata waqa Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara dan melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan. Itulah maka, ketika seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hati-hati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena adanya luka-luka atau adanya rasa sakit atau tanahnya yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan Waqal Farso Minul Hafa (Taj).
Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha memelihara dari ketentuan allah dan melindungi diri dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah.
Kedudukan Taqwa : Wasiat seluruh Nabi : 4 : 131 Dan sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan kamu juga, untuk bertaqwa kepada Allah 26 : 10-11 Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa, "Datangilah kaum yang Zalim itu", Yaitu kaum Fir'aun, mengapa mereka tidak bertaqwa ? 26 : 123-124 Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata, "Mengapa kamu tidak bertaqwa?" 26 :141-142 Kaum Tsamud telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Saleh berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?" 26 : 160-161 Kaum Luth telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Luth berkata, " Mengapa kamu tidak bertaqwa?" 26 :176-177 Kaum Aikah telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Syu'aib berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?" 37 : 123-124 2 : 21, Wahai orang-orang yang beriman, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa
Taqwa sebaik-baik bekal 49 : 73 Persiapkanlah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa 7 ; 26 Taqwa : keselamatan 27 :53 demikianlah telah kami selamatkan orang yang beriman dan mereka itu selalu bertaqwa
Yang diterima dari amal : taqwanya Daging-daging dan darah-darah unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi taqwamulah yang mencapainya Ciri-ciri TAQWA 2 : 2- 5 Itulah kitab yang tiada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang beriman kepada yang ghaib, dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizkinya, dan orang-orang yang yang beriman kepada apa-apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada orang-orang sebelum kamu dan yaqin kepada hari akhir 2 :177 Bukanlah menghadapkan wajahmu ke barat dan ke timur itu suatu kebaikan. Melainkan kebaikan itu ialah barang siapa yang beriman kepada Allah , malaikat, kitab, dan para Nabi, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerbat dekat, anak-anak yatim, orang miskin, orang yang dalam perjalanan, dan memerdekakan budak, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat , dan menepati janji apabila berjanji, dan sabar baik dalam kesulitan, penderitaan dan peperangan, yang demikan itulah yang benar, dan yang demikian itu lah orang-orang yang bertaqwa 3 : 133-135 dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, Yaitu orang-orang menginfaqkan rizkinya baik dalam kemudahan maupun kesusahan, yang menahan marahnya, dan memaafkan kepada manusia. Dan Allah menyukai orang yang berbuat baik Dan orang-orang yang apabila berbuat kekejian atau zalim kepada diri sendiri, maka ia segera ingat kepada Allah, dan beristighfar kepada Allah atas dosa-dosanya. Dan siapakah yang lebih mengampuni dosa selain Allah ? Kemudian dia tidak meneruskan perbuatannya, meskipun dia mengetahuinya 3 : 15-17 Untuk orang-orang yang bertaqwa pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan ada istri yang suci serta keridaan Allah. dan Allah Maha Melihat hamba-hambanya. Yaitu orang yang berdoa, " ya Tuhan kami, sesunguhnya kami telah beriman, maka ampunilah kami dan peliharalah kami dari siksaan neraka" Dan orang orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) dan memohon ampun di waktu sahur 21 :48- 49 Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang yang bertaqwa, Yaitu orang yang takut akan azab Tuhan mereka sedang mereka tidak melihatnya dan mereka takut akan tibanya hari kiamat 51:15-19 sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam taman-taman dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan mereka di akhir-akhir malam mohon ampun kepada Allah Anugerah bagi Orang Taqwa 8 : 29 Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberi kamu furqon (petunjuk membedakan baik dan buruk), dan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan menghapus dosa-dosamu 65 : 2-3 Barang siapa bertaqwa kepada Allah, nisaya Allah memberikan kepada mereka jalan keluar (atas segala persoalan), dan diberi rizki dari tempat yang tidak terduga 65 :4 Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusan 65 :5 Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan melipat gandakan pahala baginya 7 ; 96 Jika seandainya penduduk suatu negeri Iman dan taqwa, pastilah Kami akan melipatgandakan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
Keagungan Taqwa “Barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yg tiada disangka-sangkanya.” . Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan takwa. Imam ar-Raghib al-Ashfahani mendefinisikan “Takwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yg membuatnya berdosa dan itu dgn meninggalkan apa yg dilarang menjadi sempurna dgn meninggalkan sebagian yg dihalalkan.” Imam an-Nawawi mendefinisikan takwa dgn “menaati perintah dan larangan-Nya.” Maksudnya menjaga diri dari kemurkaan dan azab Allah. Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam al-Jurjani “Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yg mengakibatkan siksa baik dgn melakukan perbuatan atau meninggalkannya.” Karena itu siapa yg tidak menjaga dirinya dari perbuatan dosa berarti dia bukanlah orang bertakwa. Maka orang yg melihat dgn kedua matanya apa yg diharamkan Allah atau mendengarkan dgn kedua telinganya apa yg dimurkai Allah atau mengambil dgn kedua tangannya apa yg tidak diridhai Allah atau berjalan ke tempat yg dikutuk oleh Allah berarti tidak menjaga dirinya dari dosa. Jadi orang yg membangkang perintah Allah serta melakukan apa yg dilarang-Nya dia bukanlah termasuk orang-orang yg bertakwa. Orang yg menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yg bertakwa. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan “Maknanya barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah dgn melakukan apa yg diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yg dilarang-Nya niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yg tidak disangka-sangka yakni dari arah yg tidak pernah terlintas dalam benaknya.” Alangkah agung dan besar buah taqwa itu! Abdullah bin Mas’ud berkata “Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian janji jalan keluar adalah “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.” “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi tetapi mereka mendustakan itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri.” . Dalam ayat yg mulia ini Allah menjelaskan seandainya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal yakni iman dan takwa niscaya Allah akan melapangkan kebaikan utk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah. “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan Taurat Injil dan yg diturunkan kepada mereka dari Tuhannya niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yg dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” . Allah mengabarkan tentang ahli kitab ‘Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yg ada di dalam Taurat Injil pada dan Alquran demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut niscaya Allah memperbanyak rezeki yg diturunkan kepada mereka dari langit dan yg tumbuh utk mereka dari bumi. Syekh Yahya bin Umar al-Andalusi berkata “Allah menghendaki wallahu a’lam bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yg diturunkan di dalam Taurat Injil dan Alquran niscaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya wallahu’alam niscaya mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan ni’mat dunia” Dalam menafsirkan ayat ini Imam al-Qurthubi mengatakan “Dan sejenis dgn ayat ini adl firman Allah “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yg tidak disangka-sangkanya.” . “Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan di atas jalan itu benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yg segar .” . “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.” . Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas Allah menjadikan ketakwaan di antara sebab-sebab rezeki dan menjanjikan utk menambahnya bagi orang yg bersyukur. Allah berfirman “Jika kalian bersyukur niscaya Aku tambahkan ni’mat-Ku atasmu.” . Oleh krn itu tiap orang yg menginginkan keluasan rezeki dan kemakmuran hidup hendaknya ia menjaga dirinya dari segala dosa. Hendaknya ia menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yg menyebabkan berhak mendapat siksa seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan kebaikan. Sumber Diadaptasi dari Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an & As-Sunnah Dr.Fadhl Ilahi Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Taqwa : Mutiara Penuh Pesona Surat Ali’Imran Ayat 133: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah SWT) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa (muttaqin).
Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat Ali’Imran Ayat 134:
(yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan.
Pertama : Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa.
Kedua : Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi.
Ketiga : orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi.
Allah SWT menjelaskan dalam Surat Ali’Imran Ayat 102: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim (beragama Islam)
Allah SWT telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa. Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini.
Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA sekali waktu pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Selamatkanlah dirimu dari api nereka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan sebutir kurma. (Bukhari & Muslim)
Didalam “Tafsir Kabir” Imam Razi diceritakan bahwa suatu kali Nabi Muhammad SAW mengajak umatnya untuk berinfaq. Beberapa dari mereka memberikan emas dan perak. Seseorang datang hanya menyerahkan kulit kurma, “Saya tak memiliki selain ini.” Seorang lain lagi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Saya tak punya apapun untuk diinfaqkan. Saya infaqkan harga-diri saya. Jika ada seseorang menganiaya atau mencaci-maki saya, saya tidak akan marah.” Demikianlah, kita dapat mengambil pelajaran bahkan orang miskin pun terbiasa memberikan apapun yang dia miliki untuk menolong orang lain pada masa hidup Rasulullah SAW.
Ayat diatas tidak menjelaskan apa yang harus diinfaqkan. Berinfaq tidak hanya berarti sebagian dari hartanya tetapi juga waktu dan keahlian. Ada kebijaksanaan yang besar dalam penjabaran mengenai mukmin yang shaleh yang berinfaq dikala lapang maupun sempit. Kebanyakan orang melupakan Allah SWT ketika berada dalam keadaan sangat lapang. Mereka juga lupa kepada Allah SWT dikala sempit karena terlalu larut dalam kesedihan menanggung kesempitannya.
Awal surat Al Baqarah memberikan petunjuk bagi kita tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa. Salah satu di antaranya adalah mereka yang menafkahkan Rizqi yang dianugrahkan kepadanya di jalan Alloh. "Alif Laam Miim.Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka," (QS Al Baqarah 2:1-3)
Sedangkan ganjaran pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh akan dilipat gandakan sebagaimana disebutkan pada ayat berikut. "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS Al Baqarah 2:261)
Lalu bagaimana cara menafkah harta sesuai tuntunan Alloh dan Rasul-Nya ? Secara global Al Qur'an menerangkan sebagai berikut. "Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya." (QS Al Baqarah 2:215)
Secara lebih detil Rasululloh SAW Sang Uswatun Hasanah memberikan petunjuk sebagai berikut. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. menceritakan seorang petani yang diberkahi usaha dan hartanya, dan dia bersabda; “……., maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku (1) bersedekah dengan 1/3 (sepertiganya), dan aku (2) makan beserta keluargaku (biaya konsumsi) 1/3 (sepertiganya) lagi, kemudian aku (3) kembalikan (untuk menanam lagi) 1/3 (sepertiganya).” hadis No. 2984 Kitab Sahih Imam Muslim; Zuhud & Kelembutan Hati, Bab Sedekah terhadap orang-orang miskin, yang dimasukkan sebagai hadis ke 19 dalam kitab Riyadus Shalihin Bab 60 tentang Kedermawanan oleh Imam Nawawi.
Nabi Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bersedekahlah kamu! Seorang laki-laki bertanya : Saya punya satu dinar. Nabi bersabda: Sedeqahkanlah itu untuk dirimu sendiri. Laki-laki itu berkata: Saya punya satu dinar lagi, Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk istrimu. Padaku masih ada satu dinar lagi: Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk anak-anakmu. Padaku masih ada satu dinar lagi: Nabi bersabda: Sedeqahkanlah untuk pembantumu. Padaku masih ada satu dinar lagi, Nabi bersabda: Kamu mengetahui dengannya ” [HR Abu Dawud, Nasa'i dan Imam Hakim menshahihkannya. Lihat: Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq bab Shadaqah Tathawu']
Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam menafkahkan rizqi berupa harta kita hendaknya mengikuti proporsi yang telah disampaikan oleh Rasululloh yaitu. - 1/3 bagian untuk modal kerja. - 1/3 bagian untuk nafkah konsumsi pribadi/keluarga. Pos ini termasuk di dalamnya ada komponen orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. - 1/3 bagian untuk sedeqah. Pos ini secara lebih detil bisa dibagi lagi menjadi. - 1/5 untuk diri sendiri - 1/5 untuk istri - 1/5 untuk anak-anak - 1/5 untuk orang-orang yang membantu kita - 1/5 untuk lain-lain
Petunjuk proporsi cara menafkahkan rizqi tersebut, kalau kita lihat ternyata tidak hanya berlaku bagi rizqi berupa harta saja, namun bisa rizqi berupa apa saja, misal umur, waktu, ilmu, kasih sayang dan sebagainya. Sebagai ilustrasi saja, bisa benar bisa salah, wa Allohu 'alam.. Rizqi Umur. Umur Rasululloh adalah 63 tahun, kalau kita lihat berdasarkan proporsi di atas, terlihat periode 1/3 bagian (1-20 tahun) bisa dikatakan sebagai perode pengumpulan modal, 1/3 bagian (20-40) bisa dikatakan sebagai periode konsumsi keluarga, 1/3 bagian (40-63) sebagai periode sedeqah. Bagaimanakah dengan umur kita? Rizqi Waktu. Waktu kita dalam sehari 24 jam, kalau dibagi berdasarkan proporsi di atas, 1/3 bagian (8 jam) untuk modal kerja, 8 jam untuk konsumsi keluarga, dan 8 jam untuk sedeqah untuk pemberdayaan. Rizqi Ilmu, Di dalamnya ada 1/3 bagian ilmu untuk modal menambah ilmu lagi, 1/3 bagian ilmu untuk dimanfaatkan bagi kebaikan diri, 1/3 bagian ilmu untuk disedeqahkan dengan dakwah Rizqi kasih sayang, 1/3 bagian untuk meningkatkan kasih sayang Alloh kepada kita, 1/3 bagian untuk dinikmati dan disyukuri, 1/3 bagian untuk disedeqahkan dengan silaturahim.
Bahkan dalam bisnis, misal perdagangan juga mengikuti proporsi ini, dalam komponen harga suatu barang akan meliputi 1/3 bagian adalah ongkos produksi (modal), 1/3 bagian adalah keuntungan produsen (konsumsi), 1/3 bagian adalah keuntungan distributor (sedeqah).
Subhanalloh, sungguh Alloh benar-benar telah memberikan tuntunan yang demikian sempurna bagi kita untuk dapat mengemban amanah khalifah fil ard. Dapat disimpulkan bahwa dalam setiap rizqi yang kita terima dari Alloh, pasti ada dimensi hak-hak orang lain di dalamnya. Mudah-mudahan kita dapat mengemban seluruh amanah Rizqi dalam bentuk apapun yang dititipkan kepada kita ini dengan baik, sehingga tidak ada satupun hak-hak orang lain yang tidak terpenuhi karena kelalaian kita. Karena bagaimanapun itu akan menjadi hutang kita, yang pasti akan ditagih di akhirat kelak.
Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian tahu siapa orang yang mengalami kebangkrutan (muflis) itu?” Para sahabat yang ditanya menjawab, “Orang yang bangkrut itu adalah yang tidak memiliki uang dan kekayaan”. Rasulullah menanggapi, “Seorang yang muflis dari umatku ialah yang mempunyai simpanan pahala shalat, puasa, dan zakat namun ia telah menghina seseorang, memberi tuduhan kepada orang lain, mengambil harta bukan miliknya pernah membunuh, dan memukul si ini dan itu. Ia akan disidangkan di hadapan peradilan Allah, dan diberi hukuman sepadan dengan kesalahannya, yang mengurangi kebiujakan-kebijakannya. Apabila kebajikan-kebajikannya dikurangi sampai habis sebelum dapat menutup dan melunasi kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, kesalahan-kesalahan orang lain ditimpakan kepadanya, sehingga ia dimasukan ke neraka”. Tirmidzi berkata, “Hadits ini termasuk hasan sahih”.
Dari dia juga diriwayatkan bahwa Rasulullah telah bersabda, “Allah memberikan rahmat-Nya kepada seseorang, yang dulu dianiaya kehormatannya dan hartanya diambil secara tidak sah oleh orang lain. Orang yang menganiaya dirinya datang kepadanya untuk minta maaf sebelum diambil --yakni bukan uang atau kekayaan, melainkan pahala kebajikan-kebajikannya darinya kepada si teraniaya. Jika kebaikan-kebaikan yang ada padanya telah habis, dosa-dosa si teraniaya itu ditimpakan kepadanya”. Tirmidzi berkata, “Riwayat ini termasuk hadits hasan sahih”.
Dari Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah SAW memperingatkan, “Pada hari kiamat, hak-hak seseorang pasti akan ditunaikan, sampai-sampai peradilan domba yang tidak bertanduk yang mendapat yang mendapat kesusahan dari domba yang bertanduk. Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits-hadits Hasan Sahih. (Lihat: Jami’al-Tirmidzi, juz vii, halaman 98 hadits no: 1049 (Tuhfat al-Ahwa))
Inilah yang menyebabkan para sahabat ketakutan dan menangis waktu ditunjuk menjadi pemimpin/amir, karena terbayang betapa besarnya tanggung jawabnya, terbayang betapa banyaknya orang-orang yang berhak atas dirinya. Seandainya dia tidak bisa menunaikan hak-hak orang-orang tersebut, betapa besar hutang yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Alloh kelak.
Allah SWT menyatakan bahwa tanda ketaqwaan mukmin yang ke-dua ialah mereka dapat mengendalikan amarah. Tanda ke-tiga, selain mengendalikan amarah mereka juga memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati. Terakhir (ke-empat), yang tidak kalah pentingnya, mereka bersikap baik terhadap sesama manusia.
Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT akan memberikan pengumuman di Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang kejam yang menganiaya mereka.
Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Barang siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini: 1.Memaafkan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka. 2.Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada mereka. 3.Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja memutuskan hubungan dengan mereka.
Dalam kesempatan ini kita saling mengingatkan agar sesama Muslim hendaknya saling memberi hadiah sesering mungkin sesuka mereka. Hal ini hendaklah menjadi kebiasaan, dan janganlah membatasi di hari-hari spesial sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak beriman pada perayaan tertentu atau moment tertentu.
Allah SWT memberi petunjuk dengan sangat indah bagaimana hendaknya kita berperilaku terhadap musuh-musuh kita yang paling jahat dalam Surat Fushshilat : 34
Tidaklah sama perbuatan baik dengan perbuatan jahat. Jika kamu membalas perbuatan jahat dengan kebaikan, maka musuh-musuhmu yang paling keras akan menjadi teman karib dan sejawatmu.
Teladan mulia yang dapat kita ambil dari ulama besar, dimana ada seseorang berbuat kasar dan mencaci-maki Imam Abu Hanifah. Dia tidak membalas dengan sepatah-katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan mengumpulkan beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Dia memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya dan berterimakasih atas perlakuan orang itu kepadanya seraya berkata: “Kamu telah berbuat untukku hal yang sangat aku sukai, yaitu memindahkan catatan perbuatan baikmu menjadi catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi kepadaku.”
Lebih lanjut Allah SWT berfirman di dalam Surat Ali’Imran Ayat 135 dan 136, menambahkan tanda-tanda ketaqwaan orang-orang beriman.
Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat maksiat, jahat dan aniaya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap berbuat aniaya ketika mereka mengetahui. Untuk mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala atas amal-perbuatan mereka.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat ini ampunan Allah SWT mendahului balasan masuk surga. Maka, dari ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk surga haruslah melalui ampunan dan rahmat atau kasih-sayang Allah SWT dan bukan tergantung pada amal-perbuatan kita saja. Untuk mendapat ampunan Allah hendaklah banyak membaca Sayyidul Istighfar
Perlu juga kita garis-bawahi, Allah SWT berfirman bahwa bobot surga itu jauh lebih berharga dari gabungan bumi dan seluruh langit. Hal ini bisa memberikan pengertian lain dari ayat ini. Jika lebar surga sama dengan lebar langit dan bumi, bagaimanakah dengan panjangnya, sedangkan ukuran panjang selalu lebih besar daripada lebar. Singkat kata, ayat ini memberikan pernyataan bahwa surga itu telah dipersiapkan bagi orang-orang beriman yang telah mencapai tingkat taqwa.
Menurut beberapa ulama muslim yang termasyhur, surga itu berada di atas langit ke-tujuh dan jiwa para syuhada telah menikmati surga sebagai hasil dari perjuangan mereka.
KEIMANAN
Keimanan sering disalahpahami dengan
'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian
dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang
Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan
berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam
ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Implementasi dari sebuah keimanan
seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya
yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai
akhlak mahmudah.Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap
jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Sebagai
umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti
yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna.
Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak
rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan
akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran
[10:36] Dan kebanyakan mereka
tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak
sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka kerjakan.
Adapun sikap 'percaya' didapatkan
setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep
kehidupan yang dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam konteks sesuatu
yang ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman
dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para pembawa risalah
dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang dalam Qur'an disebut
dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi buruk yang diamsalkan dengan
'neraka'. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi
penegakkan Din Islam.
Adapun sebutan orang yang beriman
adalah Mu'min
Tahap dan Tingkatan Iman serta
Keyakinan
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
- Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan)
- Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
- Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)
Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran
(Yaqin) adalah:
- Ilmul Yaqin (yaqin setelah menyelidikinya berdasarkan ilmu) contoh ---- seperti keyakinan orang amerika yang masuk islam setelah membuktikan AL QUR'AN dengan ILMU PENGETAHUAN
- 'Ainul Yaqin (yaqin setelah melihat kebenarannya hasilnya baik berupa mu'zizat , karomah dll ) contoh ----- keyakinan Bani israil yaqin setelah melihat mu'zizat dari nabinya
- Haqqul Yaqin (yaqin yang sebenar-benarnya meskipun belum dibuktikan dengan ilmu dan belum melihat kebenarannya) contoh ----- yakinnya para sahabat RA kepada nabi MUHAMMAD.SAW pada peristiwa ISRA' MIRAJ meskipun tidak masuk akal(berdasarkan ilmu) dan tidak seorang sahabat pun melihat kejadian itu , namun mereka tetap meyakini peristiwa itu .
HAKIKAT MANUSIA
Menurut bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu
yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat
itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Dikalangan
tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya, karena itu muncul
kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari
hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk
paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang
dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai
khalifah di muka dumi ini.Dikitab suci menerangkan bahwa manusia berasal dari
tanah.
Jadi hakekat manusia
adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Hakekat
Manusia Menurut Pandangan Umum Ialah Sebagai Berikut:
Pembicaraan manusia
dapat ditinjau dalam berbagai perspektif, misalnya perspektif filasafat,
ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan spiritualitas Islam atau
tasawuf, anatar lain :
a.
Dalam
perspektif filsafat.
Disimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena memiliki nalar
intelektual. Dengan nalar intelektual itulah manusia dapat berpikir,
menganalisis, memperkirakan, meyimpulkan, membandingkan, dan sebagainya. Nalar
intelektual ini pula yang membuat manusia dapat membedakan antara yang baik dan
yang jelek, antara yang salah dan yang benar.
1.
Hakekat
Manusia
Pada saat-saat tertentu dalam perjalanan hidupnya, manusia mempertanyakan
tentang asal-usul alam semesta dan asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri.
Terdapat dua aliran pokok filsafat yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu
Evolusionisme dan Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut
Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari
mata rantai evolusi yang terjadi di
alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam
semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu
sendiri, tanpa Pencipta. Penganut aliran ini antara lain Herbert Spencer, Charles
Darwin, dan Konosuke Matsushita. Sebaliknya, Kreasionisme
menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah
ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Penganut aliran ini antara lain Thomas Aquinas . Memang kita
dapat menerima gagasan tentang adanya
proses evolusi di alam semesta termasuk pada diri
manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan
yang menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil
evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
2.
Wujud dan
Potensi Manusia.
Wujud Manusia. menurut penganut aliran Materialisme
yaitu Julien de La Mettrie bahwa esensi
manusia semata-mata bersifat badani, esensi
manusia adalah tubuh atau fisiknya. Sebab itu, segala hal yang
bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah dipandangnya hanya
sebagai resonansi dari berfungsinya badan
atau organ tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada
organ tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan hubungan
antara badan dan jiwa seperti itu
dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968). Bertentangan
dengan gagasan Julien de La Metrie, menurut
Plato salah seorang penganut aliran Idealisme -bahwa
esensi manusia bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah.
Memang Plato tidak mengingkari adanya
aspek badan, namun menurut dia jiwa
mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada badan.
b.
Dalam
Perspektif Ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi, manusia adalah makhluk ekonomi, yang dalam
kehidupannya tidak dapat lepas dari persoalan-persoalan ekonomi. Komunikasi
interpersonal untuk memenuhi hajat-hajat ekonomi atau kebutuhan-kebutuhan hidup
sangat menghiasi kehidupan mereka.
c.
Dalam
Perspektif Sosiologi.
Manusia adalah makhluk social yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah
lepas dari manusia lainnya. Bahkan, pola hidup bersama yang saling membutuhkan
dan saling ketergantungan menjadi hal yang dinafikkan dalam kehidupan
sehari-hari manusia.
d.
Dalam
Perspektif Antropologi.
Manusia adalah makhluk antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi. Ia
senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan yang dinamis.
e.
Dalam
Perspektif Psikologi.
Manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa. Jiwa merupakan hal yang esensisal
dari diri manusia dan kemanusiaannya. Dengan jiwa inilah, manusia dapat
berkehendak, berpikir, dan berkemauan.
MARTABAT
martabat/mar·ta·bat/ n tingkat harkat kemanusiaan, harga
diri;
bermartabat/ber·mar·ta·bat/ v mempunyai martabat
Menumbuhkan
Kesadaran Untuk Taat Terhadap Allah SWT
A. PENGERTIAN HUKUM SYARI’AT
Menurut para ulama hukum syari’at
adalah seperangkat aturan yang berasal dari pembuat syari’at (Allah SWT)
yang berhubungan dengan perbuatan manusia, yang menuntut agar dilakukan
suatu perintah atau ditinggalkan suatu larangan dan atau memberikan
pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan.
Macam –macam hukum syari’at
diantaranya adalah :
1. Wajib (Fardhu)
Adalah
suatu perkara yang apabila dikerjakan akan
mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan akan mendapat siksa.
Ditinjau dari segi kepada siapa
kewajiban tersebut dibebankan hukum wajib ada 2 macam :
a) Wajib `Ain
Ialah yang harus dikerjakan oleh seorang mukallaf sendiri. Mukallaf artinya
orang muslim yang dikenai kewajiban atau peritah dan menjauhi larangan agama,
sebab sudah dewasa dan berakal atau akil baligh dan sudah mendengar seruan
agama.contoh: salat lima waktu, puasa pada bulan ramadhan, membayar
zakat.
b) Wajib Kifayah
Ialah suatu kewajiban yang dianggap cukup bila sebagian orang-orang mukallaf
sudah mengerjakan, maka berdosalah seluruhnya apabila tak seorangpun dari
mereka mengerjakannya.Contohnya: menyolalatkan dan menguburkan jenasah sesuai
dengan syariat islam.
2. Sunnah (mandub)
Adalah suatu
perkara yang apabila dikerjakan akan
mendapat pahala , dan bila
ditinggalkan tidak berdosa.
Sunnah dibagi menjadi dua bagian
diantaranya :
a)
Sunnah muakkad
Ialah sunah yang sangat dianjurkan untuk mengerjakannya. Contohnya berkumur
dalam wudhu, adzan dan iqamah dalam salat berjamaah, membaca ayat-ayat al quran
setelah al Fatihah dalam salat, salat tarawih, salat hari raya idul fitri dan
idul adha.
b)Sunnah
goiru muakkad
Ialah suatu aktivitas atau perbuatan yang dianjurkan oleh Rasullulah SAW tetapi
tuntutannya tidak sekuat sunnah muakkad atau sunnah biasa. Contoh sholat sunnah
qobliyah isya.
3. Haram
Haram
adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan akan mendapat dosa,dan apabila
ditinggalkan akan mendapat pahala. Contohnya minum-minuman keras, berdusta,
mendurhakai orang tua, mencuri, berzinah dan sebagainya.
4.Makruh
Ialah
suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan bila ditinggalkan akan
mendapat pahala. Contohnya merokok, makan petai, makan bawang mentah.
5. Mubah
Suatu
perkara yang apabila dikerjakan, orang yang mengrrjakan tidak mendapat pahala
dan apabila dikerjakan tidak berdosa.
B. Prinsip-prinsip Hukum Islam
Secara garis besar prinsip hukum
islam ada 7 macam :
1.Tauhid
Menjelaskan
bahwa seluruh manusia ada dibawah ketetapan yang sama sebagai hamba Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid sudah semestinya manusia mengikuti dan
menetapkan hokum dalam kehidupannya sesuai dengan apa yang digariskan oleh
Allah SWT dan rasulnya.
Dari pinsip umum diatas dapat
ditarik beberapa prinsip kushus diantaranya
:
a. Prinsip berhubungan langsung
dengan Allah SWT tanpa perantara.dalam surat al baqarah 2;186
b. Beban hokum yang diciptakan oleh Allah
bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia, bukan untuk kepentingan Allah SWT.
Dalam surat al isro 17;7 dan surat al baqarah 2;185.
2.Keadilan
Menjelaskan
bahwa hukum islam yang mengatur persoalan manusia dari berbagai aspeknya harus
dilandaskan kepada prinsip keadilan yang meliputi hubungan antara individu
dengan dirinya sendiri, individu dengan manusia dan masyarakatnya serta
hubungan antara individu dengan lingkungannya.dalam surat al maidah 5:8
3. Amar Ma`ruf Nahi Munkar
Amar
ma`ruf mengandung arti bahwa hukum islam ditegakkan untuk menjadikan umat
manusia dapat melaksanakan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana dikehendaki
oleh Allah SWT. Sedangkan Nahi Munkar artinya hukum tersebut ditegakkan untuk
mencegah hal-hal yang buruk yang dapat meruntuhkan kehidupan manusia. Dalam
surat al imron 3;110.
4. Kemerdekaan Dan Kebebasan
Menandung
arti bahwa hukum islam tidak diterapkan berdasarkan paksaan, akan tetapi
berdasarkan penjelasan yang baik dan argumentarif yang dapat
meyakinkan.keputusan terakhir diberikan kepada masing - masing individu.
5. Persamaan ( Egaliter )
Mengandung
arti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama meskipun faktanya berbeda
dalam lahiriyahnya, baik warna kulit, bahasa suku bangsa dll. Dalam surat al
hujuraat 49;13.
6. Tolong Menolong
Mengajarkan
bahwa sesama warga masyarakat harus saling menolong demi tercapainya
keselamatan bersama. Dalam surat al maidah 5;2
7. Toleransi
Mengajarkan
bahwa hukum islam mengharuskan kepada umatnya untuk hidup penuh dengan suasana
damai dan toleran. Toleransi ini harus menjamin tidak dilanggarnya hukum islam
dan hak umat islam.terdapat dalam surat al muntaha 60;8. Menurut istilah yang
dimaksud dengan sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Muhammad SAW
selain al quran baik berupa perkataan perbuatan maupun ketetapan yang layak
menjadi sumber hukum syariat.
Terdapat 5 poin penjelasan tentang
urgensi sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum selain al quran.
1. Iman
Salah
satu konsekuensi beriman kepada Allah SWT adalah menerima segala sesuatu yang
bersumber dari para utusannya ( khususnya Nabi Muhammad SAW). Dijelaskan oleh
Allah SWT dalam firmannya dalam beberapa ayat, Q.S Al-An`aam 6;124 dan Q.S
An-Hahl16;35. Dan dijelaskan bahwa Rasululah SAW adalah hamba yang dipilih dan
dipercayai oleh Allah SWT untuk membawa dan menyampaikan hukum-hukum Allah SWT
bagi umat manusia, apa yang beliau sampaikan semua bersumber dari wahyu,
maka seseorang tidak mungkin dapat beriman dan taat terhadap hukum Allah kalau
tidak menjadikan sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman.
2. Al-Qur`an
Di
dalam Al-quran banyak ayat yang menjelaskan kewajiban taat kepada
Rosululoh SAW.
3. Hadits Nabi SAW
Diantar
argumen tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum islam dijelaskan sendiri
oleh Nabi Muhammad SAW, dalam beberapa haditsnya salah satunya ialah
diriwayatkan oleh Malik bin Annas dimana nabi bersabda “Aku tinggalkan kepada
kalian dua perkara kalian tidak akan tersesat selama masih berpegang kepada
keduanya, yaitu Kitabullah dan sunnahku.
4. Konsensus(Ijama`) ulama
Di
antara argument tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum islam adalah
berdasarkan konsesus umat islam.
5. Dalil aqli/logika
Al
–Quran yang berisi petunjuk dari Allah secara umum masih bersifat global
Khususnya yang berkaitan dengan perintah dan larangan.
Posisi sunnah Nabi SAW terhadap
al-Qur`an
Ditinjau
dari segi materi hukum yang terkandung didlamnya secara umum para ulama membagi
menjadi 3 macam :
1. Menguatkan hukum suatu
peristiwa yang telah ditetapkan
hukumnya
didalam al-qur`an.
2. Memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-qur`an antara
lain dengan jalan :
a. Memberikan perincian
terhadap ayat-ayat yang masih global. misalnya perintah salat yang harus dikerjakan
dalam waktu tertentu.
b. Membatasi kemutlakannya.misalnya
ketika seseorang sudah merasa dekat waktu ajalnya kemudian membuat wasiat
terkait dengan hartanya,maka al-qur`an tidak memberi batasan.
c. Mengkhususkan atas ayat yang
masih bersifat umum. Misalnya dalam
al-qur`an mengharamkan bangkai dan
darah.
3. Menciptakan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-qur`an.
Sebagai
contoh Nabi SAW menetapkan keharaman binatang buas yang bertaring
kuat,sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam muslim.
Kewajiban Menuntut Ilmu
Nabi bersabda: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW
dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap
muslim, bukan bagi sebahagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang
dimaksud dalam hadis ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala
atau Rasul-Nya Muhammad SAW menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau
As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, termasuk kata “ilmu” yang
terdapat dalam hadis di atas.
Ilmu membuat seseorang jadi mulia,
baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
“Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat.”
(Al-Mujadilah:11)
Itulah kemulian orang yang berilmu!
Menuntut ilmu itu satu tuntutan yang
begitu besar:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
padanya kebaikan maka Allah akan fahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).”
(HR.Bukhari)
Dalam hadis lainnya dijelaskan bahwa
ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar,
tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi
kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di
akhirat.
Allah berfirman, “Dan seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, nescaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah
Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)
Oleh kerana itu, Rasulullah SAW
pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa
yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat.’
Kita menuntut ilmu dunia selama 12
tahun dari tahun 1 hingga tahun 6, disambung pula dengan tingkatan 1 hingga
tingkatan 5 dan selepas itu melanjutkan pelajaran ke universiti. Setiap hari
paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung
berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari? atau hanya sejam atau
dua jam dalam satu minggu??
Jika tidak, sungguh malang nasib
kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna mendapatkan kebahagiaan di
akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan lebih kekal? Bukankah
hidup di dunia hanya sekejap saja?
Meski kita berpangkat besar seperti
Profesor atau Doktor Pakar sekali pun, tapi jika tidak tahu ilmu agama apakah
yang akan kita bawa untuk kembali ke alam akhirat nanti?
Tentu saja bukan maksud kita
menyanggah kepentingan ilmu dunia. Mempelajari ilmu dunia yang bermanfaat
adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan bahwa meski pun umat Islam
gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia mereka juga tinggi. Angka yang
dunia pakai sekarang adalah angka Arab (Arabic Numeral) yang diperkenalkan
sarjana Muslim kepada dunia. Bukan angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra),
Algoritma yang mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian
pula di bidang kedoktoran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial
Averroes (Ibnu Rusyid), dan sebagainya. Kimia (Chemical) juga berasal dari
bahasa Arab Alkimia (Alchemy). Yang memperkenalkan angka 0 ke dunia adalah
ummat Islam. Itulah prestasi ummat Islam di bidang ilmu dunia.
Jika sebahagian muslim sudah
mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar ilmu kedoktoran), maka
gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi mempelajari ilmu agama adalah
fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan
menjadi sia-sia.
Jadi kesimpulannya, sebagai seorang
Muslim kita wajib mempelajari ilmu dunia dan lebih-lebih lagi ilmu
akhirat
2.1 DEFINISI
AGAMA DALAM KEHIDUPAN
Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti
"tradisi".[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti
"mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal
yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus
meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang
sempurna kesuciannya
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan
meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu
longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal
melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau
institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap
apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan
titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas,
kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada
sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu
berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada
bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut
sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige,
dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk
mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
· menerima segala kepastian yang
menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
· menaati segenap ketetapan, aturan,
hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan
demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian
agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga
unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
2.2 PENGERTIAN MORAL
Moral
berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini
mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,moral.
Dalam bahasa
Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan
ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik
buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan
sebagainya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak
bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata
aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk
melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk
menjadi manusia yang baik.
2.3 AGAMA
SEBAGAI SUMBER MORAL
Agama dalam bahasa Indonesia,
religion dalam bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Arab merupakan sistem
kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan Sang
Mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam
lainnya yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Dalam studi agama, para ahli agama
mengklasifikasikan agama ke dalam pelbagai kategori. Menurut al-Maqdoosi agama
diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) agama wahyu dan non-wahyu, 2) agama
misionaris dan non-misionaris, dan 3) agama lokal dan universal. Berdasarkan
klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan yang signifikan bagi
kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat seperangkat nilai yang menjadi
pedoman dan pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.
Moral adalah
sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral
hanya lebih spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang dilakukan
tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika atau ilmu akhlak
kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika
adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak
(etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang disebut
terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal
perumusan.
Di
tengah krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat
menjadikan akal sebagai satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih
aktif dalam menyelamatkan manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan
seperangkat moralnya yang absolut bisa memberikan pedoman yang jelas dan tujuan
yang luhur untuk membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik.
2.4
AKHALAK MULIA SEBAGAI SUMBER MORAL
Akhlak dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak
mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak
mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan
Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori
akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak
batin melahirkan akhlak lahir.
Menurut al-Ghazali sendi akhlak
mulia ada empat: hikmah, amarah, nafsu, keseimbangan di antara ketiganya.
Keempat sendi tersebut melahirkan akhlak-akhlak berupa: jujur, suka memberi
kepada sesama, tawadlu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap
sesama, menghormati orang lain, qana’ah, sabar, malu, pemurah, berani membela
kebenaran, menjaga diri dari hal-hal yang haram. Sedangkan empat sendi akhlak
batin yang tercela adalah keji, bodoh, rakus, dan aniaya. Empat sendi akhlak
tercela ini melahirkan sifat-sifat berupa: pemarah, boros, peminta, pesimis,
statis, putus asa.
Akhlak mulia
dalam kehidupan sehari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah – akhlak
terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya
dengan diri sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: kreatif dan
dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan orang tua atau keluarga – akhlak
terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.; hubungannya
dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara lain: ukhuwah,
dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak terhadap alam,
antara lain: merenungkan, memanfaatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar